Dear the love of my life,
It's been a while since the last time i wrote something on you.
How are you? Do you miss me as much as i do?
Aku selalu rindu menuang pikiran di atas permukaan putihmu yang menggoda. Di tengah sepi atau ramai, aku mengkhayalkanmu dan aliran kata-kata yang kuuntai di dalam kepala. Terjebak dalam rutinitas dan pikiran yang bergemuruh layaknya ombak marah selalu menjadi alasan yang menjauhkanku darimu.
Iya, alasan.
Layaknya konflik yang harus diselesaikan dengan menghadapi permasalahan secara langsung, dibutuhkan keberanian yang besar sebagai pemicu agar mampu menghadapinya.
Seperti itulah hubungan kita sekarang.
Ada takut menyeruak tatkala jemari ini berhenti menari riang. Bahkan untaian kataku pun tidak pernah ada yang sungguh-sungguh selesai kuutarakan. Seperti pelari marathon menabrak dinding tak terlihat yang membuatnya tak lagi sanggup berlari. Dinding yang sama pula yang menghentikan laju pikiran tatkala aku berada di hadapmu.
Terlalu lama aku membiarkan pikiran berkecamuk tanpa memberimu kesempatan untuk ikut terlibat. Sekarang, ketika waktu sungguh memberi kesempatan bagi kita untuk mencoba memulai kembali, untaian kata yang selama ini menetap dalam pikiran seolah menguap entah ke mana.
Aku seperti pecinta yang kikuk. Hanya mampu merindu tanpa mengerahkan segala upaya. Membuatku jadi pendusta, karena berkali-kali melanggar janji untuk mewarnai ruangmu.
Sedang kau tahu pasti bahwa di satu sudut dalam ruangku, aku selalu mendambamu.
My dear blank white pages,
Stop being so hard on me, would you?